Penemuan fosil-fosil Pithecanthropus oleh Dubois dihubungkan dengan teori evousi manusia yang dituliskan oleh Charles Darwin.
Harry Widianto menuliskan perdebatan itu seperti berikut. Fosil Pithecanthropus oleh Dubois yang dipublikasikan pada tahun 1894 dalam berbagai majalah ilmiah melahirkan perdebatan. Dalam publikasinya itu Dubois menyatakan bahwa, menurut teori evolusi Darwin, Pithecanthropus Erectus adalah peralihan kera ke manusia.
Kera merupakan moyang manusia. Peryataan Dubois itu kemudian menjadi perdebatan, apakah benar atap tengkoran dengan volume kecil, gigi-gigi berukuran besar, dan tulang paha yang berciri modern itu berasal dari satu individu? Sementara orang menduga bahwa tengkorak terseut merupakan tengkorak seekor gibon, gigi-gigi merupakan milik Pongo Sp. Dan tulang pahana milik manusia modern?
Lima puluh tahun kemudian terbukti bahwa gigi-gigi tersebut berasan dari gigi Pongo Sp., berdasarkan ciri-cirinya yang berukuran besar, akar gigi yang kuat dan terbuka, dentikulasi yang tidak individual, dan permukaan occulusal yang sangat berkerut-kerut.
Perdebatan itu kemudian berlanjut hingga ke Eropa, ketika Dubois mempresentasikan penemuan tersebut dalam seminar Internasional zoologi pada tahun 1895 di Leiden, Belanda, dan dalam pameran publik British Zoology Society di London.
Setelah seminar dan pameran itu banyak ahli yang tidak ingin melihat temuannya itu lagi. Dubois pun kemudian menyimpan semua hasil temuannya itu, hingga pada tahun 1922 temuan itu mulai diteliti oleh Franz Weidenreich. Temuan-temuan Dubois itu manandai munculnya sebuah kajian ilmu paleoantropologi telah lahir di Indonesia.
Tahun 1920-an merupakan periode yang luar bisa bagi teori evolusi manusia. Teori itu terus menjadi perdebatan, para ahli paleontologi berbicara tentang ontogenesis dan heterokroni.
Seorang teman Dubois, Bolk melakukan formulasi teori foetalisasi yang sangat terkenal. Dubois telah melakukan penemuan fosil missing-link. Sementara Bolk menemukan modalitas evolusi dengan menafsirkan bahwa peralihan dari kera ke manusia terjadi melalui perpanjangan perkembangan fetus. Dubois dan Bolk kemudian bertemu dalam jalur evolutif dari Heackle yang sangat terkenal, bahwa filogenesa dan ontogenesis sama sekali tidak dapat dipisahkan.
Penemuan-penemuan kemudian bertambah gencar sejak tahun 1927. Penemuan situs Zhoukoudian di dekat Beijing, menghasilkan sejumlah besar fosil-fosil manusia, yang diberi nama Sinanthropus pekinensis. Tengkorak-tengkorak fosil beserta tulang paha tersebut menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan Pithecanthropus Erectus.
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa standar zoologis tidak dimungkinkan memisahkan Pithecanthropus erectus dan Sinanthropus pekinensis dengan genus yang berbeda dengan manusia modern. Pithecanthropus adalah satu tahapan dalam proses evolusi ke arah Homo Sapiens dengan kapasitas tengkorak yang kecil.
Karena itulah perbedaan itu hanya perbedaan spesies bukan perbedaan genus. Dalam pandangan ini Pithecanthropus Erectus harus diletakkan dalam genus Homo, dan untuk mempertahankan spesies aslinya, dinamakan Homo Erectus.
Maka berakhirlah debat panjang mengenai Pithecanthropus dari Dubois dalam sejarah perkembangan manusia yang berjalan puluhan tahun. Saat ini Pithecanthropus diterima sebagai hominid dari Jawa, bagian dari Homo Erectus.
Jadi itulah Pernyataan dari Wawasan Kok hari ini, semoga anda bisa mencermati semua wawasan di artikel ini, Selalu berdoa dan berusaha agar sukses dan menjadi orang baik ya teman-teman.
ane bingung,apa dulu nabi Adam A.s juga termasuk manusia purba kayak gitu ya gan?
ReplyDeleteSepertinya tidak kang. hihi
Delete